Sabtu, 12 November 2011

Tawadhu', Qana'ah, Sabar Dan Taat

Tawadhu’

Sikap merendah tanpa menghinakan diri- merupakan sifat yg sangat terpuji di hadapan Allah dan seluruh makhluk-Nya. Sudahka h kita memilikinya?
Merendahkan diri adl sifat yg sangat terpuji di hadapan Allah dan juga di hadapan seluruh makhluk-Nya. Setiap orang mencintai sifat ini sebagaimana Allah dan Rasul-Nya mencintainya. Sifat terpuji ini mencakup dan mengandung banyak sifat terpuji lainnya.
Tawadhu’ adl ketundukan kepada kebenaran dan menerima dari siapapun datang baik ketika suka atau dlm keadaan marah. Arti janganlah kamu memandang dirimu berada di atas semua orang. Atau engkau menganggap semua orang membutuhkan dirimu.
Lawan dari sifat tawadhu’ adl takabbur sifat yg sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah mendefinisikan sombong dgn sabdanya:
“Kesombongan adl menolak kebenaran dan menganggap remeh orang lain.”
Jika anda mengangkat kepala di hadapan kebenaran baik dlm rangka menolak atau mengingkari berarti anda belum tawadhu’ dan anda memiliki benih sifat sombong.
Tahukah anda apa yg diperbuat Allah subhanahu wa ta’ala terhadap Iblis yg terkutuk? Dan apa yg diperbuat Allah kepada Fir’aun dan tentara-tentaranya? Kepada Qarun dgn semua anak buah dan hartanya? Dan kepada seluruh penentang para Rasul Allah? Mereka semua dibinasakan Allah subhanahu wa ta’ala krn tdk memiliki sikap tawadhu’ dan sebalik justru menyombongkan dirinya.
Tawadhu’ di Hadapan Kebenaran
Menerima dan tunduk di hadapan kebenaran sebagai perwujudan tawadhu’ adl sifat terpuji yg akan mengangkat derajat seseorang bahkan mengangkat derajat suatu kaum dan akan menyelamatkan mereka di dunia dan akhirat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Negeri akhirat itu Kami jadikan utk orang2 yg tdk menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi dan kesudahan yg baik bagi orang2 yg bertakwa.”
Fudhail bin Iyadh t dita tentang tawadhu’ beliau menjawab: “Ketundukan kepada kebenaran dan memasrahkan diri kepada serta menerima dari siapapun yg mengucapkannya.” . Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Tidak akan berkurang harta yg dishadaqahkan dan Allah tdk akan menambah bagi seorang hamba yg pemaaf melainkan kemuliaan dan tidaklah seseorang merendahkan diri krn Allah melainkan akan Allah angkat derajatnya.”
Ibnul Qayyim t dlm kitab Madarijus Salikin berkata: “Barangsiapa yg angkuh utk tunduk kepada kebenaran walaupun datang dari anak kecil atau orang yg dimarahi atau yg dimusuhi mk kesombongan orang tersebut hanyalah kesombongan kepada Allah krn Allah adl Al-Haq ucapan haq agama haq. Al-Haq datang dari Allah dan kepada-Nya akan kembali. Barangsiapa menyombongkan diri utk menerima kebenaran berarti dia menolak segala yg datang dari Allah dan menyombongkan diri di hadapan-Nya.”
Perintah utk Tawadhu’
Dalam pembahasan masalah akhlak kita selalu terkait dan bersandar kepada firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasul teladan yg baik.”
Dalam hal ini banyak ayat yg memerintahkan kepada beliau utk tawadhu’ tentu juga perintah tersebut utk umat dlm rangka meneladani beliau. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang2 yg mengikutimu yaitu orang2 yg beriman.” .
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguh Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan diri sehingga seseorang tdk menyombongkan diri atas yg lain dan tdk berbuat zhalim atas yg lain.” .
Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kepada kita bahwa tawadhu’ itu sebagai sebab tersebar persatuan dan persamaan derajat keadilan dan kebaikan di tengah-tengah manusia sebagaimana sifat sombong akan melahirkan keangkuhan yg mengakibatkan memperlakukan orang lain dgn kesombongan.
Macam-macam Tawadhu’
Telah dibahas oleh para ulama sifat tawadhu’ ini dlm karya-karya mereka baik dlm bentuk penggabungan dgn pembahasan yg lain atau menyendirikan pembahasannya. Di antara mereka ada yg membagi tawadhu’ menjadi dua:
1. Tawadhu’ yg terpuji yaitu ke-tawadhu’-an seseorang kepada Allah dan tdk mengangkat diri di hadapan hamba-hamba Allah.
2. Tawadhu’ yg dibenci yaitu tawadhu’- seseorang kepada pemilik dunia krn menginginkan dunia yg ada di sisinya. .
Wallahu a’lam


Qana’ah
Qanaah ialah menerima dengan cukup. 
Qanaah itu mengandung lima perkara:
  1. Menerima dengan rela akan apa yang ada.
  2. Memohonkan kepada Tuhan tambahan yang pantas, dan berusaha.
  3. Menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan.
  4. Bertawakal kepada Tuhan.
  5. Tidak tertarik oleh tipu daya dunia.

Itulah yang dinamai Qanaah, dan itulah kekayaan yang sebenarnya.

Rasulullah saw bersabda:

"Bukanlah kekayaan itu lantaran banyak harta,, kekayaan ialah kekayaan jiwa".

Artinya: Diri yang kenyang dengan apa yang ada, tidak terlalu haloba dan cemburu, bukan orang yang meminta lebih terus terusan. Kerana kalau masih meminta tambah, tandanya masih miskin.

Rasulullah saw bersabda juga:

Artinya:
"Qanaah itu adalah harta yang tak akan hilang dan pura (simpanan) yang tidak akan lenyap". (HR. Thabarai dari Jabir).

Orang yang mempunyai sifat qanaah telah memagar hartanya sekadar apa yang dalam tangannya dan tidak menjalar fikirannya kepada yang lain.

Barangsiapa yang telah beroleh rezeki, dan telah dapat yang akan dimakan sesuap pagi sesuap petang, hendaklah tenangkan hati, jangan merasa ragu dan sepi. Tuan tidak dilarang bekerja mencari penghasilan, tidak disuruh berpangku tangan dan malas lantaran harta telah ada, kerana yang demikian bukan qanaah, yang demikian adalah kemalasan. Bekerjalah, kerana manusia dikirim ke dunia buat bekerja, tetapi tenangkan hati, yakinlah bahawa di dalam pekerjaan itu ada kalah dan menang. Jadi tuan bekerja lantaran memandang harta yang telah ada belum mencukupi, tetapi bekerja lantaran orang hidup tak boleh menganggur.

Hal ini kerap menerbitkan salah sangka dalam kalangan mereka yang tidak faha rahasia agama. Mereka lemparkan kepada agama suatu tuduhan, bahawa agama memundurkan hati bergerak. Agama membawa manusia malas, sebab dia sentiasa mengajak umatnya membenci dunia, terima saja apa yang ada, terima saja takdir, jangan berikhtiar melepaskan diri. Sebab itu, bangsa yang tidak beragama beroleh kekayaan, bangsa yang zuhud terlempar kepada kemiskinan katanya!

Tuduhan demikian terbit lantaran salah perasangka pemeluk agama sendiri. Mereka sangka bahawa yang bernama qanaah ialah menerima saja apa yang ada, sehingga mereka tidak berikhtiar lagi. Mereka namai taqwa orang yang hanya karam dalam mihrab. Mereka katakan soleh orang yang menjunjung serban besar, tetapi tidak memperdulikan gerak geri dunia. Mengatur hidup, mengatur kepandaian, ilmu dunia, semuanya mereka sangka tidak boleh dilarang agama! Sebab kesalahan persangkaan pemeluk agama itu, salah pulalah persangkaan orang yang tidak terdidik dengan agama, bukan kepada pemeluk agama yang salah pasang itu, tetapi salah sangka kepada agama sendiri.

Intisari pelajaran agama ialah menyuruh qanaah itu, qanaah hati, bukan qanaah ikhtiar. Sebab itu terdapatlah dalam masa sahabat-sahabat Rasulullah saw, orang kaya-kaya, berwang, berharta berbilion, beruma sewa, berunta banyak, memperniagakan harta benda keluar negara, dan mereka qanaah juga. Faedah qanaah amat besar di waktu harta itu terbang dengan tiba-tiba.

Sri baginda ratu Belanda Wilhelmina seorang ratu yang masyhur mempunyai pendirian qanaah ini. Puteri Yuliana, disuruh mempelajari segala macam kepandaian yang perlu untuk menjaga hidup sehari-hari, disuruh belajar menjahit, memasak, menyulam dan lain-lain. Ketika ditanyai orang kepada baginda apa maksud yang demiian, baginda menjawab kira-kira demikian.

"Tipu daya dunia tak dapat dipercayai, ini hari kita dipujuknya, besok mana tahu kita diperdayakannya, sebab itu kita tak boleh harap dengan yang ada, dan tak boleh cemas menempuh apa yang akan terjadi".

"Tipu daya dunia tak dapat dipercayai, ini hari kita dipujuknya, besok mana tahu kita diperdayakannya, sebab itu kita tak boleh harap dengan yang ada, dan tak boleh cemas menempu apa yang akan terjadi".

Inilah pendirian yang sepantasnya bagi seorang raja, terutama di zaman demokrasi, kerani nasib tidak dapat ditentukan, berapa banyak raja yang lebih besar dari Ratu Wilhelmina, dan Yuliana terpaksa meninggalkan singgahsananya. Pelajari hidup bersakit, kerana nikmat tidaklah kekal.

Maksud qanaah itu amatlah luasnya. Menyuruh percaya yang betul-betul akan adanya kekuasaan yang melebihi kekuasaan manusia, menyuruh sabar menerima ketentuan Ilahi jika ketentuan itu tidak menyenangkan diri, dan bersyukur jika dipinjamiNya nikmat, sebab entah terbang pula nikmat itu kelak. Dalam hal yang demikian disuruh bekerja, kewajipan belum berakhir. Kita bekerja bukan lantaran meminta tambahan yang telah ada dan tak merasa cukup pada apa yang dalam tangan, tetapi kita bekerja, sebab orang hidup mesti bekerja.

Itulah maksud qanaah.

Nyatalah salah persangkaan orang yang mengatakan qanaah ini melemahkan hati, memalaskan fikiran, mengajak berpangku tangan. Tetapi qanaah adalah modal yang paling teguh untuk menghadapi penghidupan, menimbulkan kesungguhan hidup yang betul-betul (enerti) mencari rezeki. Jangan takut dan gentar, jangan ragu-ragu dan syak, mantapkan fikiran, teguhkan hati, bertawakal kepada Tuhan, mengharapkan pertolonganNya, serta tidak merasa kesal jika ada keinginan yang tidak berhasil, atau yang dicari tidak dapat.

Kenapa kita ragu-ragu, padahal semuanya sudah tertulis lebih dahulu pada azal, menurut jalan sebab dan musabab.

Ada orang yang putus asa dan membuat bermacam-macam 'boleh jadi' terhadap Tuhan. Dan berkata:

"Boleh jadi saya telah ditentukan bernasib buruk, apa guna saya berikhtiar lagi. Boleh jadi saya telah ditentukan masuk neraka, apa guna saya bersembahyang".

Ini namanya syu'uahan, jahat sangka dengan Tuhan, bukan husnus zhan, baik sangka. Lebih baik merdekakan fikiran diri dari syu'uzhan itu. Faham demikian tidak berasal dari pelajaran agama, tetapi dari pelajaran falsafah yang timbul setalah ulama-ulama Islam bertengkar-tengkar tentang takdir, tentang azali, tentang qadha dan qadar.

Tak mungkin Allah akan begitu kejam, menentukan saja seorang mesti masuk neraka, padahal dia mengikut perintah Allah?

Kembali kepada qanaah tadi, maka yang sebaik-baiknya ubat buat menghindarkan segala keraguan dalam hidup, ialah berikhtiar an percaya kepada takdir. Hingga apa pun bahaya yang datang kita tidak syak dan ragu Kita tidak lupa ketika untung, dan tidak cemas ketika rugi. Siapa yang tidak berperasaan qanaah, ertiya dia tak percaya takdir, tak sabar, tak tawakal. Mesti tak dapat dia tak percaya takdir, tak sabar, tak tawakal. Mesti tak dapat tidak, fikirannya kacau, lekas marah,penyusah, dan bilamana tidak, fikirannya kacau, lekas marah, penyusah,dan bilamana beruntung lekas pembangga. Dia lari dari yang ditakutiya, tetapi yang ditakuti itu berdiri di muka pintu, sebagaimana orang yang takut mengingat-ingat, barang yang diingat-ingat, kian dicubanya melupakan teringat itu, kian teguh dia berdiri di ruang matanya.

Ini semuanya tidak terjadi pada orang beriman yang redha menerima apa yang tertentu dalam azal. Meskipun susah atau senang, miskin atau kaya, semua hanya pada pandangan orang luar. Sebab dia sendiri adalah nikmat, dan kekayaan dalam perbendaharaan yang tiada ternilai harganya, 'pada lahirnya azab, pada batinnya rahmat'. Jika ditimpa susah, dia senang sebab dapat mengingat kelemahan dirinya dan kekuatan Tuhannya, jika dihujani rahmat, dia senang pula, sebab dapat bersyukur.

Qanaah, adalah tiang kekayaan yang sejati. Gelisah adalah kemiskinan yang sebenarnya. Tidak dapatlah disamakan lurah dengan bukit, tenang dengan gelisah, kesusahan dan kesukaan, kemenangan dan kekalahan, putus asa dan cita-cita. Tak dapat disamakan orang yang sukses dengan orang yang muflis.

Keadaan-keadaan yang terpuji itu terletak pada qanaah, dan semua yang tercela ini terletak pada gelisah.


 Sabar
Sabar adalah menahan jiwa dari mendongkol, menahan lisan dari berkeluh kesah dan marah serta menahan anggota badan dari melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan.
Sabar ada tiga macam;
(1) Sabar dalam ketaatan,
(2) Sabar dalam menahan diri dari melakukan kemaksiatan dan
(3) Sabar dalam menghadapi takdir Alloh yang terasa menyakitkan.
Di antara ketiga macam sabar ini, sabar dalam ketaatan adalah macam sabar yang tertinggi. Namun adakalanya bersabar dalam menahan diri dari kemaksiatan justeru lebih berat daripada bersabar dalam ketaatan.
Syaikh Al Utsaimin menjelaskan, Seperti misalnya cobaan yang menimpa seorang laki-laki berupa godaan wanita cantik yang mengajaknya untuk berzina di tempat sunyi yang tidak diketahui siapapun selain Alloh, sementara laki-laki ini masih muda dan memendam syahwat dalam dirinya. Maka bersabar agar tidak terjatuh dalam maksiat seperti ini menjadi lebih sulit bagi jiwanya. Bisa jadi mengerjakan sholat seratus rokaat itu lebih ringan baginya daripada harus menghadapi beratnya ujian semacam ini. (Al Qoulul Mufid, Syaikh Al Utsaimin).


Pengertian Taat


Pengertian Taat - Taat adalah tunduk, dan patuh, baik terhadap perintah Allah swt. , Rasul-Nya, maupun ulul amri (pemimpin). Bila seseorang telah taat kepada seluruh perintah Allah swt. niscaya hidupnya akan bahagia dunia dan akhirat. Allah berfirman dalam Al Quran Surah An Nisa: 59, yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, dan taatilah Rasul-Nya, dan ulul amri diantara kalian, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikan ia kepada  Allah (Al Quran) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An Nisa: 59)



2 komentar: